Langsung ke konten utama

Indahnya sebuah pemanasan…(Part 1)

Saat field commander atau komandan alat menyuruh, “Buat setengah lingkaran, dari trumpet sampai tuba…, rapikan barisan, jaga jarak! Kita mulai pemanasan…!”, apa yang kira-kira terlintas dalam benak para pemain tiup? Barangkali kebanyakan berisi:
- Aduh, ‘do’ panjang lagi, ‘do’ panjang lagi…
- Buat apa sih pemanasan tiup, kan tadi udah pemanasan fisik (lari, push up)
- Nanti malem pulang jam berapa yah? Saya mau telp pacar nih…
Susah rasanya untuk menyebut lebih dari 10% pemain tiup sangat antusias untuk mengikuti latihan pemanasan alat. Dan yang terjadi adalah pemanasan tersebut hanya berupa sebuah ‘ritual formal’ yang harus dijalankan tanpa membuahkan suatu hasil apapun, selain ‘keringat dan pegal’.
Lalu sebetulnya apa yang mengharuskan kita melakukan pemanasan alat tiup? Dan yang lebih penting, bagaimana membuat pemanasan itu menarik dan ‘indah’? Suatu hal yang kiranya diperhatikan oleh pelatih, agar pemanasan lebih diminati oleh pemain.
Biasanya pemanasan dimulai dari nada panjang skala do, berdurasi 4 sampai 8 ketuk setiap nadanya,  dilanjutkan staccato skala do, dan lip slur. Mari kita telaah satu per satu pemanasan tersebut.

Long tones
Disebut juga nada panjang. Nada panjang bukan saja berarti pencapaian nada harus sesuai dengan ketukan yang dituju (4 atau 8 ketuk), namun juga pengaturan nafas yang sedemikian rupa sehingga kualitas dan intensitas suara merata sepanjang ketukan itu. Kebiasaan yang terjadi di beberapa brass section adalah, ketika nada pertama ‘do’ dibunyikan, maka tidak semua alat membunyikan secara serentak, terkadang ½ ketuk setelah dimulai, dan bahkan nadanya juga bukan nada ‘do’. Mengapa demikian?
Ada 2 teknik yang perlu diperhatikan:
a. JANGANLAH MULAI DENGAN MENIUP NADA ‘DO’.

Kondisi paru-paru, tenggorokan, diafragma, dan bibir belum fleksibel untuk memulai meniup. Lakukan pemanasan nafas terlebih dahulu. John Ericson (2002) mempunyai tips yang cukup efektif dalam melatih pernafasan. Dia mengatakan kemampuan diafragma untuk menampung udara hanya 75% saja, dan untuk memaksimalkannya membutuhkan latihan otot diafragma dan otot-otot disekitar tulang iga untuk berkembang.
Teknik latihan (gunakan metronome):
- Tarik nafas 4 ketuk
- Tahan nafas 4 ketuk
- Buang nafas 4 ketuk
- Istirahat 4 ketuk
- Mulai lagi dengan tarik nafas, begitu seterusnya
- Lanjut ke 6 dan 8 ketuk masing-masing
Dr. Bradley Ulrich dalam buku “Building a Better Trumpet Section” (2001) dari Jupiter Music menambah latihan nafas menjadi:
- Exercise No. 1
- 4 ambil nafas, 4 buang nafas (ulangi)
- 2 ambil nafas, 2 buang nafas (ulangi)
- 1 ambil nafas, 1 buang nafas (ulangi)
- rest
- Exercise No 2
- 4 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 4 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 4 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- rest
- 2 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 2 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 2 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- rest
- 1 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 1 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 1 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
Fokus perhatian:

- Perhatikan postur tubuh, jangan biarkan bahu pemain terangkat saat mengambil nafas. Ini berarti dia masih menggunakan nafas ‘paru-paru’.
- Dalam keadaan berdiri tegap, suruh tiap pemain memegang perut. Saat mengambil nafas, rasakan perut mereka kembang/kempis.
- Pada saat mengeluarkan nafas, jangan biarkan leher dan bibir tegang, agar jalur udara benar-benar keluar seutuhnya dari paru-paru.
Filosofi latihan:
- Terangkan kepada mereka, dengan latihan sepertinya ini akan terbiasa menggunakan nafas ‘perut’ dalam meniup, ketimbang nafas ‘paru-paru’. Dan tenaga untuk meniup semakin kuat.
- Atur nafas agar semakin panjang nafas yang dikeluarkan, kekuatan atau intensitas nafas sama sepanjang ketukan.
b. JANGANLAH MULAI DENGAN MENIUP NADA ‘DO’ LAGI.
Loh, jadi kapan kita bisa mulai meniup ‘do’? Ada suatu ketika dimana saat pemain meniup ‘do’, suara yang ditimbulkan adalah ‘twa-twa’ (Ericson, 2002) – atau nafas dulu yang keluar sebelum nada. Maka efek yang ditimbulkan adalah setiap ketukan 1, suara tidak timbul secara serentak.
Dr Bradley Urich (2001) menyebutkan alasannya antara lain:
- Nafas yang dipakai pemain kurang mencukupi ke dalam alat.
- Posisi gigi terlalu rapat, jarak yang ideal adalah sama dengan menggigit kuku anda
- Bibir terlalu tegang. RELAX!
Teknik latihan:
- Bila suara ‘twa’ timbul di nada ‘do’, jangan lanjut ke nada ‘re’. Ulangi lagi nada ‘do’ 4 ketuk, sampai semuanya tidak ada kesan ‘twa’ saat meniup.
- Lakukan teknik ‘baps’ (Ericson, 2002), dimana pemain akan bermain nada pendek dulu, seperti aksen, kemudian baru diikuti nada panjang. (DO’…… Dooooooo)
Fokus perhatian:
- Terkadang saya menggunakan artikulasi ‘Ta’ setiap tiupan pertama,
agar ketukan setiap pemain sama, namun sebisa mungkin jangan ada unsur ‘aksen’
dalam nada itu.
- Tambah nafas perut lagi agar, suara ‘twa’ tidak timbul
Filosofi latihan:
- Terangkan kepada mereka, suara ‘twa’ akan merusak ketukan pertama, lagu, dan kejernihan suara. Ubah suara ini sedini mungkin sejak latihan pemanasan.
Kesimpulan
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama latihan pemanasan bagi seorang pelatih adalah:
a. Ubah persepsi ‘ritual formal’ yang membosankan menjadi suatu latihan detail yang berpengaruh pada aplikasi lagu.
b. Temani atau ikuti perkembangan pemanasan. Jangan tinggalkan field commander saat mereka sedang pemanasan. Justru saat ini dipergunakan pelatih untuk membenarkan detail bermain setiap pemain.
c. Jangan biasakan meniup skala ‘do’ sampai habis saat pemain mulai kehilangan konsentrasi, dalam arti ‘twa’ semakin banyak, pemain melirit kanan kiri, posisi hornline yang semakin tidak terarah. Berhenti saat itu juga dan ulangi skala ‘do’ lagi, sampai semuanya bisa fokus.
So, ini baru bagian pertama dalam sebuah pemanasan awal, dan masih banyak hal yang bisa membuat pemanasan ini terasa ‘indah’.
Selamat menikmati ke’indahan’ latihan.

Reference:
Ericson, John Q, Associate Professor of horn at Arizona State University, Notes on Breathing and Use of Air, issue of the Texas Bandmasters Association Journal, June, 2002
Ulrich, Bradley P, Professor of Music, has taught trumpet at Western Carolina
University since 1989, Building a Better Trumpet Section,
Jupiter Education Services, 2001
http://trendmarching.or.id/read/2008/05/indahnya-sebuah-pemanasan%E2%80%A6part-1/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Routing Information Protocol (RIP)

Routing Information Protocol (RIP) adalah sebuah protokol routing dinamis yang digunakan dalam jaringan LAN ( Local Area Network ) dan WAN ( Wide Area Network ). Oleh karena itu protokol ini diklasifikasikan sebagai Interior Gateway Protocol (IGP). Protokol ini menggunakan algoritma Distance-Vector Routing . Pertama kali didefinisikan dalam RFC 1058 (1988). Protokol ini telah dikembangkan beberapa kali, sehingga terciptalah RIP Versi 2 (RFC 2453). Kedua versi ini masih digunakan sampai sekarang, meskipun begitu secara teknis mereka telah dianggap usang oleh teknik-teknik yang lebih maju, seperti Open Shortest Path First (OSPF) dan protokol OSI IS-IS. RIP juga telah diadaptasi untuk digunakan dalam jaringan IPv6, yang dikenal sebagai standar RIPng (RIP Next Generation / RIP generasi berikutnya), yang diterbitkan dalam RFC 2080 (1997). Gambar 1 . Routing Information Protocol A.  Cara Kerja Rip Host mendengar pada alamat broadcast jika ada update routing dari gatewa

Jadi seorang pelatih Drumband TK, "siapa takut"?

Mungkin untuk orang awam pelatih marching band /  drumband hanya mengajar di sekolah SD-SMP-SMA- Umum saja. padahal di sekolahan TK juga ada yang mempunyai eskul drumband. bahkan orang sampai terkejut mendengar TK ada eskul drumband juga. :D waktu saya mengikuti acara pelantikan, kebetulan senior saya mengajak ngajar bareng untuk di sekolahan TK. awalnya sih saya ragu untuk mengambil job ini. karena saya biasa mengajar di sekolahan tingkat SMP-SMA saja. mungkin ini sebuah tantangan untuk saya agar bagaimana saya bisa menghadapi tingkah dan pola pikir mereka. ketika pertama kali saya datang mengajar di TK, reaksi saya "kaget ,shock dan bingung". anaknya kecil-kecil semua kemudian alatnya pun kecil pula karena disesuaikan dengan badan mereka, apalagi ketika ingin memberikan materi pemanasan, pasti pemanasannya tidak sama dengan yang saya ajar di SMP. begitu juga dengan lagu. untungnya para ibu guru TK mau membantu pelatihnya. :D  ibarat anak mengikuti dari induknya .

Marching Band Swara Bahana Mahardhika Jakarta

      Marching Band Swara Bahana Mahardhika Jakarta dibentuk sekitar tahun 2012 dan di sponsori alat TAMA & Cavaliers oleh Bahana Mahardhika. pada awalnya sebuah unit band kecil dari Brass Ensemble. pertama kali MB SBM mengikuti lomba Brass Band di ajang lomba BMBC 2012. dengan komposisi pemain kurang lebih berjumlah 20 orang. Tahun 2013 MB SBM mengikuti lomba contest Percussion Ensemble di TAMA Marching Indonesia Percusion,Sabuga bandung. 3 bulan berikutnya mengikuti lomba contest Brass Band di BMBC 2013 UPI-Bandung. Seiring perjalanan dari tahun ke tahun, akhirnya di tahun 2015, MB SBM mengikuti lomba GrandPrix Marching Band (GPMB) 2015. di tahun 2015 mempunyai rintangan besar untuk menghadapi segala tantangan ini. MB SBM harus rela kehilangan 18 orang karena pengaruh dari oknum pihak luar. tapi sesuai dengan Tema MB SBM yaitu "Badai Pasti Berlalu - Tribute Chrisye". dengan penuh kesabaran dan perjuangan, akhirnya dalam kurang dari 2 bulan bisa melewati