Minggu, 12 Desember 2010

Indahnya sebuah pemanasan…(Part 2)

Berhubungan dengan episode sebelumnya mengenai pemanasan alat tiup, marilah kita lanjutkan pembicaraan berikutnya. Latihan selanjutnya adalah memperhatikan nada pendek dan nada stakato.

SHORT NOTES
Biasanya latihan ini merupakan rangkaian pemanasan setelah Long Tones. Pemanasan ini bertujuan untuk memperkuat nada stakato, aksentuasi dan tekanan nada. Berawal dari nada ‘do’ ditiup sebanyak 4 atau 8 ketuk, dilanjutkan ke skala
berikutnya.

Nah, untuk yang ini barangkali lebih banyak detail yang harus diperhatikan, mengingat pemain merasa ‘gampang’ untuk dimainkan (tidak perlu nafas banyak, pendek pula notnya). Namun jangan salah kaprah, justru kebanyakan persoalan artikulasi lagu berawal dari cara pemain meniupkan alatnya.

Tanpa melihat secara teori yang benar dan referensi yang akurat, pasti anda yang biasa mendengar suara stakato pada alat tiup, akan terasa perbedaannya di setiap pemain. Tiupan berlafal “Ta”, “Tat”, “Da”, “Du”, “Di” mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Tergantung dari tanda baca dalam not, anda sebagai pelatih mempunyai
preferensi tersendiri untuk mengekplorasi tipe suara yang dihasilkan oleh artikulasi tersebut. Namun, yang terpenting adalah, artikulasi dan lafal tiupan di setiap pemain HARUS sama untuk satu tanda baca not !! Dan semua itu berawal dari pemanasan stakato yang ‘membosankan’ bagi pemain, tapi penting sekali untuk menyeragamkan bentuk dan karakter suara brass.

MEMBOSANKAN
Nah, ini dia yang menjadi kendala di hampir semua pemain!! Bukannya apa-apa, saat pemanasan dimulai, apakah semua senior yang sudah ‘jago-jago’ dan sudah bertanding di GPMB berkali-kali itu akan mengikutinya? Saya jamin
mungkin sedikit, bahkan tidak ada yang ikut. Mengapa? Sebagian besar senior ini akan berpikir, “Ah, pemanasan seperti itu bosan, ga ada efek tambahan bagi saya.”

Hal-hal ini kemungkinan berdampak buruk pada kekompakan tim, terutama hubungan antara senior dengan juniornya. Secara psikologis, mereka akan membuat kesenjangan antar pemain, yang akan berakibat pada semangat dan kekompakan tim. Bailey (1995) menyebutkan, “Tujuan sebuah latihan adalah lebih kepada tujuan psikologis
daripada musikalnya.” Disisi teknis, ketidakhadiran senior ini akan berdampak teknik tiupan akan cenderung berbeda antar pemain senior dan junior, dan akan berakibat pula pada perbedaan artikulasi tiupan.
Jadi, bagaimana mengantisipasi ‘kebosanan’ ini? Adalah tugas seorang pelatih dan pemberi materi untuk memikirkan hal ini. Kebanyakan mereka lebih terkonsentrasi pada pemberian materi lagu paket, memoles dan memperbaiki (drill)
lagu tersebut. Bagi saya pribadi, saya lebih menyenangi untuk memoles pemanasan dasar dan menguliknya menjadi sebuah lagu atau kord sederhana, namun menunjang ke teknis lagu tersebut. Sedikit saran tentang pemanasan dasar dan bervariasi antara lain:
a. Untuk pemanasan nada panjang skala do, dibuat 3 suara (do, me, sol), trumpet dan mello mulai dengan do 8 ketuk, saat high brass meniup me, trombone baritone eup baru mulai dengan ‘do’, begitu seterusnya, sehingga tercipta 2 – 3 suara yang berbeda.
b. Untuk pemanasan nada pendek juga dapat dilakukan bervariasi, buatlah kord sederhana yang mewakili teknik tiupan stakato.
c. Pemanasan campuran, yang menggabungkan antara kord nada panjang dengan nada pendek (tonguing technique), maka tercipta lagu sederhana sebagai penunjang lagu proyek. Ketika saya melatih sebuah unit di Jakarta, saya memakai lagu pemanasan untuk menunjang lagu proyek, dan ini terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan pemain. (contoh lagu dapat di download).

Fokus
perhatian:
a. Saat ketukan pertama dibunyikan, apabila tidak sama nadanya atau ketukan lebih cepat, maka pemanasan diulangi dari awal. Biasakan seperti itu, agar pemain lebih fokus dan konsentrasi.
b. Saat kord dimainkan, suruh para pemain untuk mendengarkan suara rekan yang mempunyai nada yang berbeda dengan nada yang ditiupnya. Ini mengajarkan kepada mereka untuk mendengar dan menikmati kord sebuah lagu, agar mereka peka terhadap not yang lain. Manfaat lain adalah pemain dapat belajar ‘sound-balanced’ antar sesamanya.
c. Artikulasi setiap pemain mulai dibenahi di setiap pemain, dan kemampuan antara junior dengan senior disamakan. Ajak para senior untuk melatih juniornya dan beri target kepada mereka agar kemampuan junior dapat menyamai seniornya. Dan untuk senior, jangan biarkan mereka tidak latihan pemanasan. Beri mereka teknik yang lebih tinggi dan menantang lagi.

KESIMPULAN (dari part 1 dan 2)
Seberapa kreatifnya dan jelinya sang pelatih menjadi faktor utama efektifnya sebuah pemanasan. Kurangnya perhatian yang baik tentang pemanasan menyebabkan ketidakefektifan pemanasan itu sendiri, dan hal ini sudah menghabiskan waktu yang seharusnya dapat meningkatkan teknik dan kemampuan para pemain. Beberapa saran para ahli yang kiranya dapat membantu secara psikologis antara lain:

a. Barry Ward: Penampilan band bagus berawal dari pemanasan yang tersusun rapi dan kreatif (Whaley, 2005). Sebuah part pemanasan dapat diimprovisasi sedemikian rupa agar dapat mendukung pemanasan dasar itu sendiri. Beri judul yang menarik untuk setiap pemanasan baru, seperti “Not Neraka”, “Longest Not Ever…”, “Lidah Kejepit”, yang dapat menarik perhatian pemain.
b. Wayne Bailey: Pemanasan terdiri dari teknik nafas, flexibility exercise, long tones, dan power buildings. Latihan nafas merupakan latihan yang SANGAT PENTING untuk membangun kekuatan dan kontrol nafas. Latihan ini juga mempengaruhi kualitas suara (tone quality) dari setiap pemain (Bailey, 1995). Sekali lagi, pelatih HARUS berada di setiap pemanasan untuk mengontrol jalannya latihan ini.

Dalam satu kalimat, buatlah pemanasan semenarik mungkin bagi para pemain, berilah tantangan yang baru di setiap pemanasan, agar pemain terpacu untuk mengikutinya dengan serius. Dan terakhir, musik itu adalah keindahan, berawal dari pemanasan yang ‘indah’.

Selamat berlatih,

Minggu, 05 Desember 2010

Indahnya sebuah pemanasan…(Part 1)

Saat field commander atau komandan alat menyuruh, “Buat setengah lingkaran, dari trumpet sampai tuba…, rapikan barisan, jaga jarak! Kita mulai pemanasan…!”, apa yang kira-kira terlintas dalam benak para pemain tiup? Barangkali kebanyakan berisi:
- Aduh, ‘do’ panjang lagi, ‘do’ panjang lagi…
- Buat apa sih pemanasan tiup, kan tadi udah pemanasan fisik (lari, push up)
- Nanti malem pulang jam berapa yah? Saya mau telp pacar nih…
Susah rasanya untuk menyebut lebih dari 10% pemain tiup sangat antusias untuk mengikuti latihan pemanasan alat. Dan yang terjadi adalah pemanasan tersebut hanya berupa sebuah ‘ritual formal’ yang harus dijalankan tanpa membuahkan suatu hasil apapun, selain ‘keringat dan pegal’.
Lalu sebetulnya apa yang mengharuskan kita melakukan pemanasan alat tiup? Dan yang lebih penting, bagaimana membuat pemanasan itu menarik dan ‘indah’? Suatu hal yang kiranya diperhatikan oleh pelatih, agar pemanasan lebih diminati oleh pemain.
Biasanya pemanasan dimulai dari nada panjang skala do, berdurasi 4 sampai 8 ketuk setiap nadanya,  dilanjutkan staccato skala do, dan lip slur. Mari kita telaah satu per satu pemanasan tersebut.

Long tones
Disebut juga nada panjang. Nada panjang bukan saja berarti pencapaian nada harus sesuai dengan ketukan yang dituju (4 atau 8 ketuk), namun juga pengaturan nafas yang sedemikian rupa sehingga kualitas dan intensitas suara merata sepanjang ketukan itu. Kebiasaan yang terjadi di beberapa brass section adalah, ketika nada pertama ‘do’ dibunyikan, maka tidak semua alat membunyikan secara serentak, terkadang ½ ketuk setelah dimulai, dan bahkan nadanya juga bukan nada ‘do’. Mengapa demikian?
Ada 2 teknik yang perlu diperhatikan:
a. JANGANLAH MULAI DENGAN MENIUP NADA ‘DO’.

Kondisi paru-paru, tenggorokan, diafragma, dan bibir belum fleksibel untuk memulai meniup. Lakukan pemanasan nafas terlebih dahulu. John Ericson (2002) mempunyai tips yang cukup efektif dalam melatih pernafasan. Dia mengatakan kemampuan diafragma untuk menampung udara hanya 75% saja, dan untuk memaksimalkannya membutuhkan latihan otot diafragma dan otot-otot disekitar tulang iga untuk berkembang.
Teknik latihan (gunakan metronome):
- Tarik nafas 4 ketuk
- Tahan nafas 4 ketuk
- Buang nafas 4 ketuk
- Istirahat 4 ketuk
- Mulai lagi dengan tarik nafas, begitu seterusnya
- Lanjut ke 6 dan 8 ketuk masing-masing
Dr. Bradley Ulrich dalam buku “Building a Better Trumpet Section” (2001) dari Jupiter Music menambah latihan nafas menjadi:
- Exercise No. 1
- 4 ambil nafas, 4 buang nafas (ulangi)
- 2 ambil nafas, 2 buang nafas (ulangi)
- 1 ambil nafas, 1 buang nafas (ulangi)
- rest
- Exercise No 2
- 4 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 4 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 4 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- rest
- 2 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 2 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 2 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- rest
- 1 ambil nafas, 4 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 1 ambil nafas, 8 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
- 1 ambil nafas, 12 buang nafas (crescendo saat buang nafas)
Fokus perhatian:

- Perhatikan postur tubuh, jangan biarkan bahu pemain terangkat saat mengambil nafas. Ini berarti dia masih menggunakan nafas ‘paru-paru’.
- Dalam keadaan berdiri tegap, suruh tiap pemain memegang perut. Saat mengambil nafas, rasakan perut mereka kembang/kempis.
- Pada saat mengeluarkan nafas, jangan biarkan leher dan bibir tegang, agar jalur udara benar-benar keluar seutuhnya dari paru-paru.
Filosofi latihan:
- Terangkan kepada mereka, dengan latihan sepertinya ini akan terbiasa menggunakan nafas ‘perut’ dalam meniup, ketimbang nafas ‘paru-paru’. Dan tenaga untuk meniup semakin kuat.
- Atur nafas agar semakin panjang nafas yang dikeluarkan, kekuatan atau intensitas nafas sama sepanjang ketukan.
b. JANGANLAH MULAI DENGAN MENIUP NADA ‘DO’ LAGI.
Loh, jadi kapan kita bisa mulai meniup ‘do’? Ada suatu ketika dimana saat pemain meniup ‘do’, suara yang ditimbulkan adalah ‘twa-twa’ (Ericson, 2002) – atau nafas dulu yang keluar sebelum nada. Maka efek yang ditimbulkan adalah setiap ketukan 1, suara tidak timbul secara serentak.
Dr Bradley Urich (2001) menyebutkan alasannya antara lain:
- Nafas yang dipakai pemain kurang mencukupi ke dalam alat.
- Posisi gigi terlalu rapat, jarak yang ideal adalah sama dengan menggigit kuku anda
- Bibir terlalu tegang. RELAX!
Teknik latihan:
- Bila suara ‘twa’ timbul di nada ‘do’, jangan lanjut ke nada ‘re’. Ulangi lagi nada ‘do’ 4 ketuk, sampai semuanya tidak ada kesan ‘twa’ saat meniup.
- Lakukan teknik ‘baps’ (Ericson, 2002), dimana pemain akan bermain nada pendek dulu, seperti aksen, kemudian baru diikuti nada panjang. (DO’…… Dooooooo)
Fokus perhatian:
- Terkadang saya menggunakan artikulasi ‘Ta’ setiap tiupan pertama,
agar ketukan setiap pemain sama, namun sebisa mungkin jangan ada unsur ‘aksen’
dalam nada itu.
- Tambah nafas perut lagi agar, suara ‘twa’ tidak timbul
Filosofi latihan:
- Terangkan kepada mereka, suara ‘twa’ akan merusak ketukan pertama, lagu, dan kejernihan suara. Ubah suara ini sedini mungkin sejak latihan pemanasan.
Kesimpulan
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama latihan pemanasan bagi seorang pelatih adalah:
a. Ubah persepsi ‘ritual formal’ yang membosankan menjadi suatu latihan detail yang berpengaruh pada aplikasi lagu.
b. Temani atau ikuti perkembangan pemanasan. Jangan tinggalkan field commander saat mereka sedang pemanasan. Justru saat ini dipergunakan pelatih untuk membenarkan detail bermain setiap pemain.
c. Jangan biasakan meniup skala ‘do’ sampai habis saat pemain mulai kehilangan konsentrasi, dalam arti ‘twa’ semakin banyak, pemain melirit kanan kiri, posisi hornline yang semakin tidak terarah. Berhenti saat itu juga dan ulangi skala ‘do’ lagi, sampai semuanya bisa fokus.
So, ini baru bagian pertama dalam sebuah pemanasan awal, dan masih banyak hal yang bisa membuat pemanasan ini terasa ‘indah’.
Selamat menikmati ke’indahan’ latihan.

Reference:
Ericson, John Q, Associate Professor of horn at Arizona State University, Notes on Breathing and Use of Air, issue of the Texas Bandmasters Association Journal, June, 2002
Ulrich, Bradley P, Professor of Music, has taught trumpet at Western Carolina
University since 1989, Building a Better Trumpet Section,
Jupiter Education Services, 2001
http://trendmarching.or.id/read/2008/05/indahnya-sebuah-pemanasan%E2%80%A6part-1/

mengisi waktu liburan di bulan ramadhan menjadi pelatih yang produktif

Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriyah (kalender lunar Islam) yang dianggap sebagai bulan suci bagi umat Islam. Pada...